Lensaxxx

Cerita Dewasa Memaksa Anak Ibu Kost Yang Pendiam Dan Masih Perawan

Gue, pria 25 tahun seorang mahasiswa salah satu universitas di jogja yang sampai saat ini belum tamat-tamat. Walau dari segi akademis gue tergolong gagal, tapi dalam hal menakhlukkan hati kaum hawa gue termasuk orang-orang berprestasi, heheee..

Gue pengen cerita pengalaman pribadi gue, mudah2an ada manfaatnya. Kisah ini bermula ketika gue dapat tempat kos yang baru. Dari pagi sampe sore muter-muter daerah jogja, akhirnya nemu juga tempat kos yang bakal ditempetin.

Awalnya gak begitu suka, karena tempat kosnya terpisah jauh dari temen2 gue yang lain. Tempatnya juga terlalu masuk ke lorong-lorong. Tapi ada satu hal yang membuat gue mutusin buat ngambil kosan disana, yaitu anak ibu kosnya yang cakep alang kepalang. Namanya Yaya, mahasiswi semester 3.

Pertama kali gue ngeliat dia, jantung gue langsung berdesir karena doi manis banget. “iya, kosan yang disebelah ada kok kak, tapi Cuma satu kamar.” Begitu suaranya ramah ketika pertama kali gue komunikasi sama doi. Ibu kosnya juga baik. Namun ibu kos nya yang berprofesi pedagang di Sleman belum pulang. Yaya mengatakan kalau ibu dan bapaknya berdagang pergi pagi pulang malam.

Akhirnya sore besoknya gue mutusin untuk ngambil kamar kosan yang bersebelahan langsung dengan rumah ibu Kosnya. Walau tinggal terpencil jauh dari temen2, gak masalah lah.. yang penting gue bisa dapetin nih si bidadari khayangan. Malam itu gue udah ready untuk tinggal di kosan baru gue.

Begitu keluar, ehh.. ternyata gebetan gue Yaya lagi telponan diluar sambil duduk santai di teras rumahnya. “wah.. kesempatan buat pdkt nih..” dalam hati gue. Setelah nungguin dia selesai telponan lumayan lama, akhirnya gue keluar kamar dan samperin doi. “Hai.. lagi ngapain?” sapa gue sambil melempar senyum. “Eh, lagi santai aja kak.” Balasnya membalas senyum gue.

“Telponan sama siapa?” “Sama pacar kak” jawabnya. Plaaakk.. gue serasa kena tampar. Ternyata doi udah punya pacar. Habis deh! Namun, pembicaraan tetap berlanjut. Walau Yaya sudah punya pacar, gue tetap pengen akrab sama dia. Siapa tau ntar dia putus, siapa tau ntar dia bosen sama pacarnya.. Siapa tau.. siapa tau.. gue menghibur diri.

Gue perhatikan wajah manis Yaya. Bener-bener wajah bidadari! Kulitnya halus tanpa jerawat. Ternyata ada tai lalat mungil di pipinya. “Kak kok ngeliatin Yaya gitu sih?” tanya Yaya risih. Gue tersadar. “Ehh.. gak. Ternyata Yaya punya tai lalat di pipi yah?” tanya gue.

“Orang yang punya tai lalat di pipi itu beruntung lho..” ucap gue keumudian. “Emang kenapa kak?” tanya nya penasaran. “Iyalah beruntung! untung aja tai lalat, kalo tai kebo gimana coba?” seloroh gue. Yaya langsung ketawa. Manis banget ngeliat dia ketawa.

Akhirnya malam itu gue berhasil ngobrol panjang lebar dan ketawa ketiwi bareng Yaya. Bahkan setelah cerita tai lalat itu, Yaya bahkan nunjukin kalau dia punya tanda lahir di lengannya. “Mana mungkin itu tanda lahir! Itu tatto tuh!” gue langsung aja nuduh.

“Sumpah kak ini tanda lahir!” balasnya. “Gak percaya! Pasti kamu orangnya tattoan yah! Harus diperiksa nih!” tuduh gue. Dia malah tertawa cekikikan. Gue senang.. Paginya, gue sempetin dulu olahraga pagi. Angkat barbel dan push up ringan sudah jadi rutinitas pagi buat gue.

Punya badan atletis dan berotot memang kharakteristik gue. Alah.. Tiba-tiba gue denger suara cebar-cebur dari kamar mandi. Gue selidiki asal suara tersebut, ternyata persis bersebelahan dengan dinding disebelah kamar gue. Ternyata disebelahnya kamar mandi! Gue coba dengerin suara gemercik air tersebut.

Ternyata suara berikutnya adalah lantunan nyanyian seorang gadis. Tidak salah lagi, itu suara Yaya! Gue begitu menikmati suara nyanyiannya. Merdu banget! Akhirnya timbul pikiran kotor gue. Dinding tembok yang sebenarnya tidak terlalu tinggi itu bisa gue panjat! Akhirnya dengan secepat kilat, otak gue berfikir keras.

Bagaimana caranya untuk memanjat dinding yang tingginya dua setengah meter ini. Setelah yakin orang tua Yaya sudah berangkat pergi berdagang dan Yaya pasti sendirian di rumah, gue nekat untuk ngintipin Yaya mandi. Dengan bantuan kursi, akhirnya gue bisa mencapai ujung tembok paling atas.

Pelan-pelan gue angkat kepala untuk melihat pemandangan disebelah sana. Ternyata benar! Yaya sedang mandi sambil bernyanyi. Yaya dengan wajah manis itu ternyata punya tubuh yang sangat seksi. Dari ujung rambut hingga ujung kakinya dapat gue liat secara jelas.

Payudaranya yang montok bergelantungan. Kulitnya putihnya yang dibalut busa-busa sabun. Hingga rambut-rambut halus yang tumbuh didaerah kemaluannya dapat terlihat jelas. Hal itu tanpa sadar sudah membuat batang kemaluan gue langsung mengeras.

Yaya masih asyik menggosok-gosok bagian tubuhnya dengan sabun. Yang membuat gue gak tahan yaitu terkadang tangannya meremas payudaranya sendiri. Kilauan sabun dari payudaranya yang putih licin oleh sabun membuat gue serasa mau pingsan. Sejurus kemudian, Yaya membilas sabunnya dengan menimba air. Kulitnya makin terlihat putih bercahaya.

Berikutnya bagian selangkangannya yang dicuci dengan air. Diluar dugaan gue, ternyata Yaya mengelus-elus bagian kemaluannya. Awalnya gue berfikir Yaya melakukan pembersihan di daerah vaginanya. Ternyata, ia begitu keasyikan mengelus-elus daerah yang berbulu tersebut.

Gue liat matanya sudah merem-merem keenakan. “Ohh tidaakk.. Yaya sedang masturbasi!” Baru kali ini gue melihat secara langsung dengan mata kepala sendiri ada seorang cewek yang masturbasi. Secara jelas gue menonton Yaya yang tengah keasyikan memainkan jarinya di bibir kemaluannya. Secara tak sadar gue jadi lupa diri kalau sebenarnya posisi gue sangat rawan.

Bisa bahaya kalau sampai ketahuan oleh Yaya. Malu banget lah, baru satu hari ngekos ditempat orang sudah berlaku kurang ajar. Ternyata bata yang menjadi pijakan gue tak sanggup lagi menahan pijakan gue. Akhirnya salah satu batu bata tersebut terjatuh. Yaya jadi kaget dan menghentikan adegan masturbasinya. “Mati gue kalo Yaya sampai tau!” batin gue terus cemas.

Gue langsung menghentikan tontonan langka nan sangat istimewa tersebut. Gue segera turun dari dinding yang gue panjat buru- buru. Ternyata Yaya menyadari dirinya diintip. Yaya segera memakai handuknya dan buru-buru keluar kamar mandi. Gue segera menuju pintu kamar mandi untuk menghalangi dan menenangkan Yaya, kalau-kalau ia berteriak.

Bisa mampus gue kalau dia ngadu ke ortunya. Ternyata gue yang buru-buru melintasi pintu kamar mandi langsung bertabrakan dengan Yaya yang baru saja keluar kamar mandi. Handuk Yaya langsung tersibak, ia terjatuh. “Maaf.. maaf..” Cuma itu yang bisa terlontar dari mulut gue sambil membantu Yaya untuk berdiri.

Gue langsung mengambil handuknya. Yaya tampak kelabakan ketika handuknya hampir saja copot. Yaya tidak memakai apa-apa selain handuk yang membuat payudaranya menyembul kelihatan. “Kak, ngintipin Yaya barusan yah?” tanya Yaya dengan menundukkan kepalanya. Ia menunduk mungkin karena ia malu. Karena baru saja ia melakukan masturbasi.

Gue jadi ngerasa bersalah. “Maafin kakak ya.. Kakak menyesal banget” gue ucapin itu dengan nada memelas. Yaya cuma mengangguk tapi masih menunduk. Tangannya masih memegang handuknya erat-erat. Tak lama setelah itu dia berjalan pelan kedalam rumahnya sambil terisak. Matanya berkaca-kaca. Gue jadi tambah merasa bersalah.

“Blum ada lho yang ngeliat Yaya gitu, kok kakak tega sih?” suaranya lirih. Akhirnya gue anterin Yaya ke kamarnya. Gue bimbing dia menuju kamarnya. Dibenak gue semuanya campur aduk. Perasaan bersalah udah membuat dia trauma. Mungkin saja bagi cewek hal seperti itu bisa membuatnya trauma. Sesampainya dikamar Yaya, gue malah memeluknya.

Terlintas dipikiran gue, kalau cewek sedih atau nangis untuk menenangkannya dengan di peluk. “Yaya maafin kakak ya..” gue bisikin itu ke telinganya. Sekali lagi Yaya mengangguk. Dari pelukan, gue beralih mendekap Yaya. Gue cium pipinya kemudian bibirnya. Serentak tangan gue juga ikut memainkan perannya meremas dada Yaya dari luar handuknya.

“Kakak! Ngapain sih ini!” ucap Yaya kaget. Dalam fikiran gue, kepalang basah mandi aja! Tanggung ketahuan ngintipin Yaya mandi, kenapa gak gue tidurin aja sekalian? Mumpung kesempatan ada! Gue dorong Yaya ke tempat tidurnya. Pintu kamarnya segera gue kunci. Handuknya dengan mudah gue lepas. Bibir Yaya gue lumat dan kulum sejadi-jadinya.

Tangan gue menjamah payudaranya yang montok. Yaya berontak dan kakinya menghentak-hentak gak karuan. “Kakaaaakk..” Yaya berteriak. Gue mulai cemas. Nanti kalau ada warga yang dengar gimana? Gue bisa dihajar massa. Akhirnya gue menghentikan aksi brutal gue. Gue mutusin untuk membujuk Yaya pelan-pelan.

Sambil mengelus-elus bahunya dan membelai rambutnya gue ngomong pelan-pelan “Yaya, tenang aja yaa.. kakak gak bermaksud nyakiti Yaya. Kakak gak mungkin menyakiti Yaya karena kakak sayang banget sama Yaya..” bisik gue pelan-pelan ke Yaya. Gue cium leher Yaya, tangan gue mulai lagi main-main mengelus payudaranya, meremas, kemudian turun ke daerah kemaluannya. “Kakak, Yaya mohon jangan kak” Yaya memelas ketakutan.

“Yaya tenang aja yaa.. Kakak gak akan nyakitin Yaya. Kakak Sayang sama Yaya.” Bujuk gue pelan-pelan sambil terus memainkan daerah kemaluannya. Tangannya terus mendorong-dorong gue. Yaya ketakutan setengah mati. Gue terus memberikan rangsangan dengan terus menciumi leher Yaya. Kemudian turun dan menjilati puting susunya yang memerah.

Sementara tangan kanan gue mengelus-elus daerah vaginanya. Jari tengah gue mulai masuk ke lipatan bibir vaginanya. Gue terus mainkan itu pelan-pelan. “Kakak.. Yaya mohon, Yaya masih perawan kak.. Yaya takut..” Yaya masih memelas. Tangannya terus memegangi tangan kanan gue yang bergerilya didaerah bibir vaginanya.

Gue cuma jawab permohonan Yaya dengan ciuman dan kuluman dibibirnya. Gue terus lumat bibir Yaya dan bibir vaginanya dilumat jari tengah gue. Perlahan gue masukin jari tengah gue dengan pelan-pelan. Terasa daerah vagina Yaya sudah basah. Mengetahui daerah vagina nya sudah basah dan licin, gue jadi yakin kalau sebenarnya Yaya juga menikmati permaikan gue.

Yaya juga sudah tidak menunjukkan perlawanan yang kuat. “Yaya, kak masukin jari kakak pelan-pelan ya.. gak sakit kok.. Yaya tenang aja yaa..” Belum lagi Yaya memberikan persetujuannya, jari tengah gue sudah menikam masuk ke vaginanya.

Akhirnya jawaban Yaya Cuma erangan dan rintihan. Gue terus mainkan dengan memasukkan jari tengah gue kedalam vaginanya sedikit demi sedikit. Akhirnya bisa masuk semua jari gue! “Kakak.. Yaya takut kak..” Yaya terus menceracau.

Tapi kakinya malah membuka lebar dan sesekali nafasnya mendesir berat. Gue yakin Yaya sebenarnya mungkin saja sering bermasturbasi. Cewek-cewek seperti Yaya mungkin saja cewek hyperseks yang sering memuaskan dirinya dengan masturbasi. Seperti yang gue liat barusan di kamar mandi. Gue makin sibuk.

Tangan kiri gue membelai rambutnya, mulut gue sesekali mengisap dan menjilati putingnya, dan tangan kanan gue memasukkan jari kedalam liang vagina Yaya yang makin banjir dengan cairan dan licin. Akhirnya gue gak tahan lagi. Dengan sekejap segera gue lucuti semua pakaian gue hingga kami berdua sudah benar-benar telanjang bulat. Segera gue tindih tubuh Yaya yang terkapar.

“Yaya, kita coba masukin yuk.. Tahan sedikit ya.. mungkin agak sakit.” Yaya dengan lugunya mengangguk. Tampaknya ia sudah diliputi gejolak syahwat yang sangat. Gue makin bersemangat. Perlahan gue gosok-gosokin penis gue yang udah tegang dari tadi ke bibir kemaluan Yaya. Yaya yang makin terangsang gak bisa berbuat apa-apa selain pasrah. Jiwa raganya sudah diliputi kenikmatan seks.

Setelah penis gue licin dengan cairan Yaya, perlahan gue tusukin penis gue ke dalam liang kemaluan Yaya. Walaupun pekerjaan gue halus dan pelan, tetap saja Yaya merintih kesakitan. Sekarang penis gue bercampur dengan cairan licin dari Yaya dan darah keperawanannya. Yaya menangis. Namun bibirnya terus mengeluarkan suara “ahhh.. ahhhh.. kakak..” Gue gak mau ambil pusing.

Gue sibuk dengan mendobrak vagina Yaya yang sangat sempit agar batang kemaluan gue bisa masuk lebih dalam lagi. Dibantu dengan cairan pelicin Yaya yang sudah banjir, penis gue bisa masuk semuanya. Gue terus menggenjot dengan memaju mundurkan batang kemaluan gue. Sesekali gue cium dan jilatin leher Yaya hingga ke payudaranya.

Kemudian putingnya gue hisap sekuat-kuatnya. Akhirnya gue liat tanda-tanda Yaya akan orgasme. Segera gue pacu kecepatan goyangan gue. Gue pun pengen keluar dan klimaks. Akhirnya Yaya lebih dahulu mencapai klimaks dan berteriak “Kakakk…” Berurutan setelah itu gue juga keluar menyemprotkan cairan sperma gue didalam memeknya.

“ahhh.. Ahhhh.. Yaya..” Gue **kan beberapa kali semburan dengan menekan penis gue sedalam-dalamnya kedalam liang vaginanya. Yaya pun menjepitkan pahanya. Akhirnya untuk beberapa saat kita terbuai merasakan nikmatnya orgasme.

Beberapa saat setelah itu terasa kedutan dan denyutan dari vaginanya. Penis gue belum gue cabut. Batang kemaluan gue itu gue biarin sampai lemas didalam vaginanya Yaya. Gue terus perhatikan wajah cantik Yaya yang termenung sayu. Sesaat gue jadi kasihan telah melakukan ini semua kepada Yaya. Kembali gue elus-elus dan benerin rambutnya yang berantakan.

Gue tatap matanya dalam-dalam sambil berkata pelan “Yaya, mau gak jadi pacar kakak?” Yaya hanya diam. Gue tau dia udah punya pacar. Tapi gue sama sekali gak tau apa yang mau gue katakan selain itu kepada Yaya. Gue pasang kembali celana dan keluar dari kamar Yaya.

Yaya masih termenung sayu diranjangnya dan belum memakai pakaiannya. Gue udah siap dengan segala konsekwensi dari perbuatan gue barusan. Setelah itu gue langsung berkemas di dalam kamar kos gue. “Mungkin setelah ini Yaya akan mengadukan semua itu ke orang tuanya dan gue bakal di usir” pikir gue.

Siang harinya, gue sudah selesai beres-beres barang-barang. Gue pengen cabut duluan sebelum gue di usir sama orang tuanya Yaya. Atau mungkin saja hal yang lebih buruk bakal terjadi ke gue. Ternyata pintu kamar kos gue diketuk. Setelah gue buka ternyata Yaya. Gue persilahkan Yaya masuk. Yaya pun masuk kedalam kamar gue.

Dia liat gue sudah packing barang-barang siap-siap mau kabur. “Kakak mau kemana?” tanya Yaya. Gue cuma diam. “Kakak gak boleh pergi! Yaya takut.. gimana kalau Yaya sampai hamil? Kakak harus tanggungjawab untuk semua ini!” kata Yaya lirih. “Baiklah kakak gak akan pergi.

Kakak akan tanggungjawab kalau terjadi apa-apa. Tapi kakak mohon jangan kasih tau orang tua Yaya ya..” pinta gue. Yaya hanya mengangguk. Matanya masih sembab karena menangis. Gue jadi kasihan, akhirnya Yaya gue peluk lagi. Seminggu setelah itu, gue dan Yaya Cuma diam-diam dan tak ada tegur sapa.

Tapi akhirnya gue beranikan diri lagi untuk menyapanya dan mengajaknya bercanda lagi. Akhirnya, gue bisa ngajakin Yaya untuk berhubungan badan lagi. Kadang dikamar gue, kadang dikamar dia. Bahkan dia sempat tidur di kamar gue, padahal orang tuanya ada dirumah.

Ternyata Yaya selalu diliputi gairah. Permainan seks kami semakin hari semakin fariatif. Dalam waktu tak kurang dari seminggu, Yaya sudah berani menelan habis sperma yang gue semburin didalam mulutnya. Seks lagi dan lagi.. kami berdua sama-sama diliputi gairah yang membara. Walaupun status hubungan gue belum jelas hingga saat ini, gue tetap menjalani ini sama Yaya.

Yaya tetap pacaran dengan pacarnya, tapi kalo soal ranjang Yaya lari ke gue. Hampir setiap malam Yaya mampir ke kamar gue buat gituan. Kadang setelah gituan dia balik ke kamarnya, kadang tidur di kamar gue. Sejak saat itulah, Yaya ternyata diam-diam juga main sama pacarnya. Gue pernah nanya ke Yaya, apa dia pernah melakukan hubungan badan dengan cowoknya?

Awalnya Yaya bilang belum. Tapi setelah gue selidiki sms dari cowoknya, ternyata mereka juga udah ngelakuin hal begituan. Setelah perawannya hilang, dia malah jadi hyperseks dan pengen ngelakuin hal itu terus. Suatu sore, pembicaraan gue sama Yaya sampai ke sesuatu yang bahkan gak gue duga.

Yaya bilang kalau dia membayangkan dientotin dua orang, yaitu gue dan pacarnya. Hehehee… kadang gue gak habis pikir, mengapa cewek yang dulu pemalu dan lugu ini bisa jadi liar kayak gini?

Bagikan ke yang lainnya
Telegram
Tutup
Tutup