Lensaxxx

Ngentot Dengan Calon Istri Orang

Kejadian ini terjadi sekitar 5 bulan lalu dan yang aku ingat hubungan Mulyani dan Santo sudah membaik dan mereka merencanakan sebuah tunangan dan sebentar lagi akan melakukan pernikahan dalam waktu yang singkat ini. Ketika itu mereka tinggal dalam sebuah rumah kost yang sama di daerah Selatan – Jakarta, meskipun berbeda kamar, karena saat itu Santo sedang mendapat pelatihan di Jakarta selama 6 bulan. Sebagai bekas teman dan atasan Mulyani, saya memang pernah dikenal dengan Santo. Santo ternyata begitu cemburuan. Memang harus aku akui kalau Mulyani memang cantik, bahkan terlalu cantik untuk ukuran Santo itu.Padahal kalau menurutku sih, adalah hal yang biasa kalau serorang lelaki yang penampilan fisiknya biasa saja, ternyata memiliki seorang pacar yang cantik.

Aku mengatakan Mulyani cantik, bukan merupakan penilaianku yang subyektif. Banyak teman- tanya yang lain juga berpendapat begitu. Bahkan beberapa diantaranya berpendapat bahwa Mulyani memiliki daya tarik seks yang luar biasa tinggi. Bagi kaum lelaki, jika memandang mata Mulyani, boleh jadi langsung akan berfantasi macam-macam.

Percaya atau tidak, mata Mulyani begitu sayu seolah-olah pasrah’ ditambah lagi dengan’ yang seksi dan suka digigit-gigit, kalau Mulyani sedang gemes. Sungguh suatu ciptaan Tuhan yang sangat eksotis dan sensual. Ketika saya sempat bertemu dengan Santo minggu, secara tidak sengaja kami menemukan suatu peluang bisnis yang mungkin bisa dikerjakan bersama antara kantorku dengan kantornya. Pikiranku segera jalan dan meminjam untuk dagang menitipkan sebuah proposal kepada Santo untuk dibahas oleh tim kantornya di Malang.

Siang itu, sehabis pertemuan dengan salah satu klienku di sebuah kantor di daerah Kuningan, aku berencana mampir ke rumah kost Santo ? yang juga rumah kost Mulyani – untuk menitipkan proposal yang aku janjikan. Aku mengendarai mobil menuju tempat kost Santo. Sesampainya di sana, aku melihat garasi tempat mobil Santo biasa diparkir dalam keadaan kosong yang menandakan Santo sedang keluar. Namun aku tidak mengurungkan niatku untuk bertemu dengan Santo. Setelah saya memarkir mobil di depan halaman rumah kost itu, saya masuk menuju ruang tamu yang pada saat itu pintunya dalam keadaan terbuka, dan langsung menuju ke kamar Santo. Di dalam rumah itu ada 4 kamar dan kamar Santo yang paling pojok, berhadapan dengan kamar Mulyani.

Masing-masing kamar tampak tampak pertanda tidak ada kehidupan di dalam rumah itu. Aku ingin menulis pesan di pintu kamar Santo karena memang aku sangat perlu dengannya. Sementara aku sedang menuliskan pesan, samar-samar terdengar suara televisi dari dalam kamar Mulyani, di depan kamar Santo, pertanda ada seseorang di dalam kamarnya. Aku memastikan kalau yang di kamar itu adalah Mulyani, orang lain. aku pintu sambil memanggil nama Mulyani.

Tidak beberapa lama kemudian pintu dibuka kira-kira sekepalan tangan dan aku melihat wajah Mulyani tampak dari celah pintu yang terbuka. “Eh, Mas.. cari Mas Santo yaa.. Tadi pagi sih ditungguin, tapi Mas Santo buru-buru berangkat Mas”, sebelum aku bertanya. Entah mengapa, ketika membocorkan mata Mulyani yang sayu itu, pikiranku jadi masa-masa indah yang pernah kami alami dulu. Aku sambil tersenyum sambil bertanya, “Kamu nggak ke kantor hari ini?” “Lagi kurang enak badan nih, Mas, tadi Wulan bangunnya kesiangan, jadi male banget ke kantor”, singkatan, sambil menggigit bibir bawahnya.

Ada rasa maaf mengapa dia harus membolos ke kantor hari ini, Santo biasanya jam berapa pulangnya, Wulan?”, bertanya-tanya berbasa-basi. “Mestinya sih jam 5 nanti, tapi mungkin bisa lebih lama, soalnya Mas Santo hari ini ada tugas kelompok bersama teman-teman trainingnya”, agak kesal. Saat itu kira-kira jam 1 siang berarti Santo pulang kira-kira 4 atau 5 jam lagi, pikiranku mulai nakal. Aku mencoba mencari bahan pembicaraan yang kira-kira bisa memperpanjang obrolan kami agar aku bisa lebih dekat dengan Mulyani. Agak lama aku terdiam. Aku memandang memandang, memandang yang basah. Bibirnya yang dipoles warna merah menambah sensual bentuk yang tipis dan memang sangat indah itu.Semakin lama aaku semakin aku berfantasi macam-macam. Sungguh, jantungku deg-degan saat itu.

sebuah desiran hangat mengalir keras di dadaku, dan aku sungguh yakin Mulyani pun masih memiliki getar rasa yang sama denganku. Setelah agak lama kami terdiam, “Teman-teman kamarmu yang lain pada kemana semua, Wulan?”, dengan mata membocorkan sekeliling aku bertanya sekenaku, menanyakan keberadaan anak-anak kost yang lain. “Mas ini mau nyari Mas Santo atau..”, kata-katanya terputus tapi aku menerjemahkan terjemahan kalimatnya dari senyuman di bisa. Akhirnya aku memutuskan untuk to the point aja. “Aku juga pengin ketemu kamu, Wulan!”, jawabku setuju-pura. Dia tertawa pelan, “Mas, kenapa sih?”, ia memandangku lembut. “Boleh aku masuk, Wulan? Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu,” jawabku lagi.“Sebentar, ya.. Mas, kamar Wulan lagi berantakan nih!” Mulyani lalu menutup pintu di depanku. Tidak beberapa lama membuka pintu terbuka kembali, lalu masuk ke dalam kamarnya. Aku duduk di atas kasur yang digelar di atas lantai.

Mulyani masih sibuk memakai pakaian yang bertebaran di atas sandaran kursi sofa. Aku membocorkan tubuh Mulyani yang membelakangiku. Saat itu dia mengenakan kaos ketat warna kuning yang luasnya mulus. Aku memandang pinggulnya yang ditutup oleh celana pendek. Tungkainya panjang serta pahanya bulat dan mulus. Kejantananku menjadi tegang memandang semua keindahannya, ditambah dengan fantasiku dulu, ketika aku memiliki kesempatan untuk membelai-belai kedua pangkalnya itu. Kemudian Mulyani duduk di sampingku. Lututnya ditekuk sehingga celananya agak naik ke atas membuat pahanya semakin terpampang lebar. Kali ini tanpa malu-malu aku membocorkan dengan sepengetahuan Mulyani.Dia mencoba menarik turun ke ujung celananya untuk menutupi sedikit pahanya yang sedang saya nikmati. “Mas, mau bicara apa, sih?”,

Saat itu otakku berpikir cepat, aku takut kalau-kalau aku tidak punya bahan pembicaraan yang berhubungan dengannya. Soalnya dalam pikiranku saat itu hanya khayalan-khayalan untuk bercinta dengannya. “Mmm.. San.. aku beberapa hari ini sering bermimpi,”, kataku berbohong. Entah dari mana aku mendapatkan kalimat itu, aku sendiri tidak tahu tetapi aku merasa agak tenang dengan pernyataan itu. “Mimpi tentang apa, Mas?”, penjelasannya begitu serius menangapiku dilihat dari caranya memandangku. “Tentang kamu, San”, jawabku pelan. Bukannya kaget, malah sebaliknya dia tertawa mendengar bualanku. Sampai-sampai Mulyani menutup mulut agar suara tawanya tidak terdengar terlalu keras. “Emangnya Mas, mimpi apa sama aku?”, tanyanya penasaran.“Ya.. biasalah, kamu juga pasti tahu”, jawabku sambil tertunduk.

Tiba-tiba dia memegang tangan. Aku benar-benar terkejut lalu menoleh ke arahnya. “Mas ini ada-ada saja, Mas ‘kan sekarang sudah punya yang di rumah, lagian aku juga ‘kan sudah punya pacar, masa masih mau mimpi-mimpiin orang lain?” “Makanya aku juga bingung, Wulan. Lagian kalaupun bisa, aku tidak ingin bermimpi tentang kamu, Wulan”, jawabku pura-pura memelas. Kami sama-sama terdiam. Aku meremas jemari dengan perlahan lalu perlahan aku mengangkat menuju bibirku. Dia memperhatikanku pada saat aku melabuhkan ciuman mesra ke punggungku. Aku duduk posisiku agar lebih dekat dengan tubuhnya. Aku memandangi wajahnya. Mata kami berpandangan.Wajahku perlahan mendekati wajah, mencari tahu, semakin dekat dan tiba-tiba menghadap ke depan sehingga mulutku mendarat di pipinya yang mulus.

Kedua tanganku kini bergerak aktif pada tubuhnya. Tangan kananku menggapai dagunya lalu mengarahkan berhadapan dengan berhadapan. Aku meraup mulutku seketika dengan mulutku. Mulyani menggeliat pelan sambil menyebutkan namaku. “Mas.., cukup mas!”, mencoba mendorong dadaku untuk ide kegiatanku. Aku menghentikan aksiku, lalu pura-pura meminta maaf kepadanya. “Maafkan aku, Wulan.. aku tidak sanggup lagi jika setiap malam memimpikan dirimu”, aku pura-pura menunduk lagi seolah-olah menyesali perbuatanku. “Aku mengerti Mas, aku juga tidak bisa menyalahkan Mas karena mimpi-mimpimu itu. ternyata juga, kita pernah merasa deket Mas”, sepertinya Mulyani memafkan dan memaklumi perbuatanku barusan. Aku mengungkapkan wajah lagi.Ada pertimbangan di wajah hanya saja aku tak tahu apa penyebabnya. Pipinya masih tampak memerah bekas cumbuanku tadi. “Aku juga ingin membantu Mas agar tidak perlu memikirkanku lagi, tapi..” kalimatnya terputus.

Dalam hati aku tersenyum dengan kalimat “ingin membantu..” yang diucapkannya. “Wulan, aku hanya ingin pergi berdua denganmu, sekali saja.., sebelum kamu benar-benar menjadi Santo. Agar aku bisa melupakanmu”, kataku memohon. “Kita kan sama-sama sudah ada yang punya, Mas.., nanti kalau ketahuan gimana?” Nah, kalau sudah sampai disini saya merasa mendapat angin. Kesimpulannya dia masih mau pergi denganku, asal jangan sampai ketahuan sama Santo. “Seandainya ketahuan.. aku akan bertanggung jawab, Wulan”, setelah aku memeluknya lagi. Dan kali ini dia benar-benar pasrah dalam pelukanku. Malah membalasku.Telapak perlahan-lahan mengelus punggungnya dengan mesra, sementara bibirku tidak tinggal diam menciumi pipi lalu turun ke lehernya yang jenjang. Mulyani mendesah.

Aku menciumi kulitnya dengan penuh nafsu. mulutku meraup. Mulyani diam saja. Aku melumat saat, lalu aku menjulurkan lidahku perlahan-lahan berjalan perlahan seperti mempersilakan lidahku untuk menjelajah rongga. Nafasnya tidak teratur ketika lidahku memilin lidahnya. Kesempatan ini saya gunakan untuk membelai payudaranya. Perlahan-lahan telapak tangan saya tarik dari punggungnya melalui ketiaknya. Tanpa berhenti mendekat, telapak tangan kini sudah berada di sisi payudaranya. Aku benar-benar hampir tidak bisa menguasai birahiku saat itu. Apalagi aku sering membayangkan kesempatan seperti saat ini terulang lagi bersamanya. Kini tangan kami sudah berada di atas gundukan daging di atas penyerangan.Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, justru yang seperti ini yang paling indah menurutku.

Pada saat saya mulai meremas payudaranya yang kanan, tangan Mulyani mencoba menahan aksiku. Payudaranya masih kencang dan membuatku semakin bernafsu untuk meremas-remasnya. “Mas, jangan sekarang Mas.. Wulan takut..”, katanya berulang kali. Saya juga merasa tindakanku saat itu betul-betul nekat, apalagi pintu kamar masih terbuka setengah. Jangan-jangan ada orang lain yang melihat perbuatan kami. Wah, bisa gawat jadinya. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana. Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menyaksikan suasana.

Aku tipe laki-laki yang suka terburu-buru dalam berbagai hal, khususnya dalam masalah percintaan. Aku kini duduk di kursi sofa menghadap Mulyani, sedangkan Mulyani masih di atas kasur sambil memperbaiki rambut dan kaosnya kuningnya yang agak kusut. “Mas, mau ngajak Wulan ke mana sih”, Mulyani mengungkapkan. “Pokoknya tempat di mana tidak ada orang yang bisa mengganggu ketenangan kita, Wulan”, jawabku sambil memandang permukaan yang baru saja aku remas-reMas. Mulyani duduk sambil bersandar pada kedua tangan di belakang untuk menahan beban. Payudaranya jadi tampak menonjol. Aku memandang nakal ke arah payudaranya sambil tersenyum. Kakinya diluruskan hingga menyentuh telapak kakiku.“Tapi kalau ketahuan.. Mas yang tanggung jawab, yaa..”, katanya menuntut penjelasanku lagi. Aku mengangguk.

“Terus kapan jalan-jalannya, Mas?”, “Gimana kalo besok sore jam 4, besok ‘kan Jum’at, bisa pulang lebih awal ‘kan?”, tanya. “Ketemu di mana?”, tanyanya penasaran. “Kamu telepon aku, kasih tahu kamu lagi dimana saat itu, lalu aku akan bertemumu di sana, bagaimana?”, tanya lagi. Dia tersenyum, “Wah, Mas ternyata pintar banget untuk urusan begituan.”, Aku tertawa. “Tapi aku nggak mau kalau Mas nakalin aku kayak dulu lagi!!,” tegasnya. Saya namun pura-pura mengiyakan, soalnya tadi saya merasa besok saya sudah bisa menikmati kehangatan tubuh Mulyani seperti dulu lagi. besok sengaja aku memilih waktu hari karena aku ingin mengajaknya menginap, kalau mau. Namun aku diam saja, yang penting dia sudah mau aku ajak pergi, tinggal penyelesaiannya saja.Lagian kenapa harus minta tanggung jawab, aku tidak melakukan apa-apa dengannya, pikirku lagi. Ah, lihat besok sajalah.

Pukul 3 siang, akhirnya aku harus kembali ke kantorku, memang Mulyani juga meminta aku segera pulang karena dia juga takut jika tiba-tiba Santo memergoki kami sedang berdua di kamar. Namun sebelum pulang aku masih sempat menikmati bibir Mulyani sekali lagi waktu berdiri di samping pintu. Aku malah menekan tubuh Mulyani hingga punggungnya bersandar di dinding. kesempatan ini aku gunakan untuk menekan kejantananku yang sedari tadi butuh distribusi ke selangkangannya. Tetapi hal itu tidak akan berlangsung lama karena situasinya memang tidak memungkinkan. oleh Di kantor.., di rumah.. aku selalu gelisah. Kejantanan saya terus menegang membayangkan apa yang telah dan akan saya lakukan terhadap Mulyani nanti.setiap hari, saat aku menunggu tibanya saat bertemu, aku merasa waktu begitu lambat.

Aku mulai gelisah ketika 15 menit telah lewat, namun Mulyani belum juga meneleponku. Aku mulai menghitung detik-detik yang berlalu hingga hampir setengah jam, dan tiba-tiba handphoneku berbunyi. saya mengangkat telepon itu. Dari seberang sana aku mendengar suara Mulyani yang sangat aku nanti-nantikan. Mulyani meminta maaf sebelumnya, karena kesibukannya hari itu tidak memungkinkan baginya untuk pulang dari kantor lebih awal. Banyak pekerjaan yang menumpuk, karena kemarin tidak masuk ke kantor. Saat itu ia memintaku untuk bertemunya di sebuah wartel dekat pertigaan di seberang kantornya. Aku langsung menyambar kunci mobil, lalu keluar dari kantorku dan menghadap ke wartel tempat di mana Mulyani sedang menungguku.
Aku memarkir mobil di depan wartel itu, dan tak lama melihat aku melihat Mulyani keluar dari wartel, dengan memakai kaos ketat warna oranye Mickey Mouse (di bagian depan tokohnya, pakaian favorit jeans warna abu-abu. Blazer bekerja ia lepas, dan ditenteng bersama tugas kerjanya. Aku masih ingat, ia memang selalu tampil ke kantor dengan pakaian santai setiap hari. Mulyani langsung naik ke atas mobilku, setelah tidak ada orang lain yang melihatnya di tempat itu. Aku tersenyum melihatnya. ini Bibirnya tidak dipoles dengan lipstik merah seperti biasanya. Ia hanya menyapukan lipgloss tipis, yang membuat jantungku semakin deg-degan.Aku segera menancap gas menuju tol ke arah Ancol. Selama perjalanan, aku dan Mulyani tentang berbagai hal, termasuk Santo dan kehidupan keluargaku.

Sesampainya di Ancol aku mengajak Mulyani untuk makan di sebuah rumah makan di tepi laut yang nuansa romantisnya sangat terasa. Tanpa canggung lagi aku memeluk pinggang Mulyani, pada saat kami memasuki rumah makan tersebut. Mulyani juga membantukan memanfaatkan di pinggangku. Setelah memesan makanan dan minuman, aku memeluknya lagi. Tanganku bergerilya di sekitar pinggangnya yang terbuka. Suasana lesehan di rumah makan itu, yang ruangannya disekat menjadi beberapa tempat dengan pembatas dinding bilik yang tinggi, membuat saya bisa bertindak dengan leluasa kepada Mulyani. “Tadi malam mimpi lagi, nggak?”, tanyanya memecah keheningan. “Tidak, tapi aku sempat gelisah nggak bisa tidur karena terus membayangkanmu”, jawabku tanpa malu-malu.Mulyani tertawa sambil memainkan mencubit pinggangku.

Hari sudah menjelang malam ketika kami meninggalkan tempat itu. Setelah berputar-putar di sekitar lokasi pantai, akhirnya aku memutuskan untuk menyewa sebuah kamar pada sebuah pondok di kawasan Ancol. Semula Mulyani menolak, karena dia takut kalau kami tidak bisa menahan diri. Aku akhirnya berharap Mulyani bahwa sebenarnya aku hanya ingin berdua saja dengannya, sambil memeluk tubuhnya, itu saja. Akhirnya Mulyani mengalah. Ketika kami telah berada di kamar cottage itu, Mulyani tampak jadi pendiam. Dia duduk di atas kursi memandang ke arah laut, sementara aku rebahan di atas tempat tidur. Saya mencoba mencairkan suasana, dengan bertanya-tanya mengenai kesibukan pekerjaan hari itu.Selama aku bertanya kepadanya, ia hanya menjawab singkat dengan kata-kata iya dan tidak. Hanya itu yang keluar dari mulutnya. “Mas,

Ternyata, dengan mengingat statusnya saat ini sebagai tunangan Santo, Mulyani masih belum bisa menerimaku yang membawanya ke dalam pondok ini. Namun aku tidak menyesal karena dalam pikiranku sebenarnya sudah tahu apa yang akan terjadi, sejak kejadian kemarin siang di kamar. Tinggal bagaimana caranya aku bisa mengajaknya bercinta tanpa ada pemaksaan film. “Wulan, aku sudah bilang sejak kemarin kalau aku ingin berdua saja bercinta, sebelum Santo benar-benar menikah dengan kamu. Aku hanya ingin memelukmu tanpa ada rasa takut, itu saja. Dan aku rasa di sinilah tempatnya”, jawabku mencoba memberikan pengertian kepadanya. “Tetapi, apa Mas sanggup untuk tidak melakukan yang lebih dari itu?”, Mulyani melihat sorotan mata tajam.“Kalau kamu gimana?”, aku malah balik bertanya. “Aku tanya, kok malah balik nanya ke aku sih?”, ia bertanya dengan nada agak ketus. “Aku sanggup, Wulan”, tegasku. Akhirnya dia tersenyum juga. Mulyani berjalan ke arahku menuju tempat tidur lalu duduk di sampingku. Aku lalu merangkul tubuhnya dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. “Janji ya, Mas..!”, ujarnya lagi. Aku mengangguk.

Kini aku memeluk tubuh indah Mulyani dengan posisi menyamping, sedang Mulyani rebah menghadap ke atas langit-langit kamar. Aku mencium pipinya, sambil jemariku membelai-belai bagian belakang telinganya. mata terpejam seolah menikmati kamiapan kami. Aku menatap wajah yang manis, hidungnya yang mancung, lalu memandang. Aku tidak tahan untuk berlama-lama menunggu, sehingga akhirnya aku memberanikan diri untuk menciumnya. Aku melumat bibir tipis itu dengan mesra, lalu aku mulai menjulurkan lidahku ke dalam mulut. Mulutnya terbuka perlahan menerima lidahku. Cukup lama aku mempermainkan lidahku di mulutnya. Lidahnya begitu menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami berdua tidak tersengal-sengal tidak beraturan.Sesaat kemudian, ciuman kami terhenti untuk menarik nafas, lalu kami mulai berpagutan lagi..

Aku mendekat, meremasi pangkal lengannya yang terbuka. Aku membuka telapak tangan, sehingga jempolku bisa menyentuh permukaan sambil menjaga lembut pangkal lengannya. Bibirku kini turun menyapu kulit putih di lehernya dengan tangan kita meraup bukit indah payudaranya. Mulyani menggeliat bagai cacing kepanasan terkena terik mentari. Suara rintihan berulang kali keluar dari mulut, lidahku menjulur, menjilat, mengamati, menikmati batang lehernya yang jenjang. “Mas, jangan..!”, Mulyani mencoba menarik tangan kami yang kini sedang mereMas, menggelitik payudaranya. Aku tidak peduli lagi. Lagi pula dia juga menyatakan tidak sungguh-sungguh untuk melarangku. Hanya saja, yang seolah-olah membatasi, hanya sebatas berbagi tangan,

Suasana angin pantai yang dingin di luar sana, sangat kontras dengan keadaan di kamar tempat kami bergumul. Aku dan Mulyani mulai merasa kegerahan. Aku akhirnya membuka kaosku sehingga bertelanjang dada. “Wulan, Mas sangat ingin melihat payudaramu, ‘yang..”, ujarku sambil mengusap bagian puncak puting payudaranya yang menonjol. Mulyani kembali melihat tajam. Mestinya aku tidak perlu memohon kepadanya karena saat itupun aku sudah membelai dan meremas-remas payudaranya. Tetapi entah mengapa saya lebih suka jika Mulyani yang membuka kaosnya sendiri untukku. “Tapi janji Mas yaa.., cuma yang ini aja”, katanya lagi.

Aku cuma mengangguk, padahal aku tidak tahu apa yang harus aku janjikan lagi. Mulyani akhirnya membuka kaos ketat warna orange-nya di depan mataku. Aku terkagum-kagum ketika mengungkapkan dua gundukan daging di belakang, yang masih tertutup oleh sebuah bra berwarna hitam. Payudara itu begitu membusung, menantang. Bukit-bukit di dada Mulyani naik turun seiring desah nafasnya yang mengejar. Sambil fenomena Mulyani membuka pengait bra di punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Mulyani ketika mencoba menurunkan tali bra-nya dari atas pundaknya. Tepat dengan keadaan bra-nya yang longgar karena tanpa pengait seperti itu, membuat payudaranya semakin menantang.

Payudaranya sangat putih kontras dengan warna bra-nya, sangat terawat dan kencang, seperti yang selalu aku bayang-bayangkan. “Payudaramu masih tetap bagus sekali. Wulan, kamu pintar merawat, yaa..”, aku mencoba mengungkapkan keindahan pada tubuhnya. “Pantes si Santo jadi tergila-gila sama dia,”, pikirku. Lalu, perlahan-lahan aku menarik turun cup bra-nya. Mata Mulyani terpejam. perhatianku terfokus pada puting susunya yang berwarna merah kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu besar, namun ujung-ujungnya begitu runcing dan kaku. Aku mengusapnya lalu aku memilin dengan jemariku. Mulyani mendesah.

mulutku ingin payudaranya. “Egkhh..”, rintih Mulyani ketika mulutku melumat puting susunya. Aku mempermainkan dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali aku menggigit lembut putingnya, lalu aku hisap kuat-kuat sehingga membuat Mulyani menarik, menjambak rambutku. Puas menikmati buah dada yang sebelah kiri, aku mencium buah dada Mulyani yang satunya, yang belum sempat aku nikmati. Rintihan-rintihan dan desahan kenikmatan silih berganti keluar dari mulut Mulyani. Sambil mencium payudara Mulyani, tangan kita turun ke bawah perutnya yang datar, berhenti di hadapannya lalu perlahan turun mengitari lembah di Mulyani.Akui pahanya terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk meraba bagian kewanitaannya yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan Mulyani.

tiba-tiba, aku akhirnya kegiatanku, lalu berdiri di samping samping ranjang. Mulyani memandang memandangku, lalu membocorkan ke belakang aku membuka pantalon warna hitam yang aku kenakan. Sengaja aku membiarkan lampu kamar cottage itu menyala terang, agar aku bisa melihat detil dari setiap inci tubuh Mulyani yang selama ini sering aku jelas fantasi seksualku. Aku masih berdiri sambil memandang tubuh Mulyani yang tergolek di ranjang, menantang. Kulitnya yang putih membuat pandangan mata tidak terlihat. Perutnya begitu datar. Celana jeans ketat yang dipakai telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu pas untuk menunjukkan lekuk pantat yang sempurna.

Puas memandangi tubuh Mulyani, lalu aku membaringkan tubuhku di sampingnya. Aku merapikan untaian rambut yang untuk menutupi beberapa bagian pada permukaan wajah dan leher Mulyani. aku menyayanginya. Aku mencium aku memasukkan air liurku ke sambil mulutnya. Mulyani menelannya. Tanganku turun ke bagian perut dan masuk melalui pinggang celana jeans-nya yang memang agak longgar. Jemariku bergerak dengan lincah dan membelai selangkangan Mulyani yang masih tertutup celana di dalamnya. Mulyani menahan kami, ketika jari tengah menyentuh permukaan celana tepat di atas kewanitaannya. Ia telah basah.. Aku terus mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi pada tubuh Mulyani.

Pinggul Mulyani perlahan bergerak ke kiri.., ke kanan.. dan bergoyang untuk menetralisir pengalaman yang dialaminya. “Mas, nanti kita terlalu jauh, Mas..”, ujarnya sambil perlahan mengungkapkan sayu ke arahku. yang sayu ditambah dengan rangsangan yang tengah dialaminya, menambah bola mata. Sungguh, aku semakin bernasu melihatnya. Aku tersenyum lalu tersenyum, bahkan aku menyuruh Mulyani untuk membuka celana jeans yang dipakainya. Tangan kanan Mulyani berhenti pada permukaan kancing celananya. Ia terlihat ragu-ragu. Aku lalu berbisik ke telinganya, jika aku ingin memeluknya dalam keadaan seperti ini mimpiku. Mulyani lalu membuka kancing dan menurunkan reitsliting celana jeans-nya.Celana dalam hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga rambut-rambut pubis yang tumbuh di sekitar kewanitaannya hampir sebagian besar keluar dari pinggir celana di dalamnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Mulyani. Pinggulnya agak sedikit menarik celana jeans itu. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan celana dalam. Tubuhnya tampak seksi saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus akui tubuhnya begitu menarik dan penuh dengan daya tarik seks.

Mulyani menarik untuk menutupi permukaan tubuhnya. Aku beringsut masuk ke dalam selimut lalu memeluk tubuh Mulyani. Kami berpelukan. Aku menarik tangan kirinya untuk menyentuh kepala kejantananku. Dia terkejut ketika mendapatkan kejantananku yang tanpa penutup lagi. Memang, sebelum aku masuk ke dalam selimut, aku sempat melepaskan celana dalamku tanpa pengetahuan Mulyani. Aku tersenyum nakal. “Occhh..”, Mulyani kaget ketika menyentuh kejantananku yang telah tegak menegang. “Kenapa, Wulan?”, aku bertanya pura-pura tidak mengerti.

Padahal aku tahu dia pasti terkejut karena merasakan keras dan kokohnya kejantananku saat ini. Mulyani tersenyum malu. sentuhan kejantananku di tangan membuat Mulyani merasa malu, tetapi hati kecilnya mau, ditambah sedikit rasa takut, mungkin. Kini, Mulyani mulai berani mencoba dan menggenggam kejantananku. Belaiannya begitu mantap menandakan Mulyani begitu piawai dalam urusan yang satu ini. “Tangan kamu semakin pintar yaa.., Wulan”, ujarku sambil memandang yang mulai mengocok-ngocok lembut sekujur kejantananku. “Ya, mesti dong..,’kan Mas yang dulu ngajarin Wulan!”, sambil cekikikan. Mendapat jawaban seperti itu, entah mengenapa hasrat birahiku tiba-tiba menjadi pembohong.

Namun aku tetap berusaha bertahan untuk sementara waktu, sebelum aku merasakan ia benar-benar siap untuk berpaducinta denganku. Sambil meresapi kenikmatan usapan-usapan yang aku rasakan di sepanjang kulit batang kejantananku, jari-jemariku yang nakal mulai masuk dari celah celah celana dalam Mulyani. Telapak langsung menyentuh bibir kewanitaannya yang sudah merekah basah. Jari telunjukku menunjukkan-belai sejumput daging kecil di dalam lepitan celahnya, sehingga Mulyanipun semakin merasakan nikmat. “Kamu mau dicium kejantananku nggak, Wulan?”, tanya tanpa malu-malu lagi. Mulyani tertawa sambil mencubit batang kejantananku. aku tersenyum. “Kalau punya Mas yang sekarang, sepertinya Wulan nggak bisa?”, ujarnya.“Kenapa memangnya, apa bedanya punya Mas yang dulu dengan yang sekarang?”, penasaran. “Yang sekarang sepertinya tidak masuk ke mulutku, soalnya rasanya tambah besar dari yang dulu..”, selesai berkata demikian Mulyani langsung tertawa kecil. “Kalau yang di bawah, bagaimana?”, bertanya lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam lubang kewanitaannya.

Mulyani merintih sambil menahan mata Tetapi jariku sudah terlanjur tenggelam ke dalam liang senggamanya. Aku merasakan liang kewanitaannya berdenyut menjepit jariku. Oooch.., pasti nikmat sekali kalau saja kejantananku yang diurut, pikirku. Tiba-tiba, memandang tajam ke arahku, dengan muka yang agak berkerut masam. “Kenapa, Wulan, ada apa ‘yang?”, saya bertanya sambil menarik kami dari liang kewanitaannya. Aku tahu dia marah, tapi apa sebabnya..? “Anak ini, kok aneh banget, jual mahal lagi”, pikirku. “..atau dia ingat Santo, sehingga tiba-tiba ia merasa bersalah?” “..terus ngapain dia mau aku cumbu sejak kemarin?”, aku masih penasaran dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah.“Mas ‘kan sudah janji untuk tidak melakukannya, ‘kan?”, tiba-tiba Mulyani berbicara. Aku terdiam.

“Aku tadinya tidak mau kita masuk ke kamar ini, karena aku takut kita tidak bisa menahan keinginan untuk melakukannya lagi, Mas”, memberikan pengarahan kepada saya. “Bagaimanapun juga khusus untuk yang satu ini, Wulan tidak dapat memberikan buat Mas lagi. Bukan hanya Mas yang nggak tahan, aku juga nggak tahan.. Aku nggak munafik, Mas. Tapi.. kumohon, tolong.. Mas mau mengerti posisiku sekarang”, sambil berkata demikian Mulyani mencium keningku. Aku tidak tahu harus melakukan apa saat itu. Dalam posisi yang sudah sama-sama, kecuali Mulyani yang masih mengenakan celana di dalamnya, berdua di dalam sebuah kamar di tepi laut yang romantis, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi. Tetapi kali ini demikian.

Bayanganku tentang kenikmatan saat bercinta dengan Mulyani sirna sudah, atau setidaknya tidak dapat aku rasakan saat ini. Tapi sampai kapan? Aku jadi menciptakan untuk memaksanya saja melakukan persetubuhan, tetapi hal itu bertentangan dengan hati nuraniku. Akhirnya aku cuma bisa pasrah dan diam. Kejantananku yang tadi saya rasakan tegang, tiba-tiba menjadi lemas dalam genggaman tangan Mulyani. Mulyani meminta maaf kepada saya, menyadari kalau saya kecewa dengan pernyataannya. Aku merasa sudah tidak mungkin bisa untuk melanjutkan permainan cinta lagi.

Aku akhirnya meminta izin kepada Mulyani untuk mandi. Sungguh,.. aku merasa kecewa sekali. Di dalam kamar mandi, aku lama terdiam. Aku cermin cermin di depan cermin. Kemudian aku guyur tubuhku dengan air yang mengalir deras dari pancuran di atas monitor. Aku ingin suhu suhu. Tiba-tiba, aku merasakan ada orang lain yang memelukku dari arah belakang. aku terkejut, namun seketika setelah menyadari, ternyata Mulyanilah yang ada di belakangku. Dia tersenyum memandangku. “Ecchh.. kamu Wulan, jangan deket-deket acchh.., aku kesel nih!!”, gumamku sambil mencoba membalasnya.

“Aku ingin mandi menggoda, Mas,.. boleh?”, pintanya manja. Aku tidak menjawab permintaannya. Aku langsung menarik tubuhnya untuk berhadapan denganku. Masih di bawah guyuran air yang mengalir dari shower, aku menangkap lengannya, dan memandang tajam ke arahnya. Berulang kali mencoba mengusap wajah cantik sensualnya dari guyuran air. Rambutnya yang basah semakin menambah keerotisan wajahnya. Dengan menangkap payudaranya dan mengusap, meremas kuat. Mulyani. Bukannya melarang, Mulyani malah mengambil sabun, dan mulai menyabuni tubuhku. Mula-mula dari dada, ke belakang punggung lalu menuju ke bawah, ke batang kejantananku.

Aku merasa aneh atas sikapnya yang berubah-ubah dan suka menggoda. Diusapnya lembut batang kejantananku yang sedikit demi sedikit mulai mengeraskan kembali. Tangannya yang penuh dengan busa sabun, begitu lembut mengocok batang kejantananku sehingga aku merasa sangat nikmat. Aku tidak tinggal diam, aku membalas menyabuni sekujur tubuh Mulyani. Aku mengikuti setiap gerakan yang dibuatnya terhadap tubuhku lalu aku mempraktekkannya kepadanya. Aku tubuh Mulyani, sehingga kini membelakangiku. Sengaja aku memposisikan tubuhnya berada di melihat bagian depanku, agar aku dapat di depan pada permukaan di melihat bagian bawah.

Aku ekspresi wajah Mulyani pada permukaan melihat cermin. Mata kami beradu pandang, sambil mengungkapkan-belai payudaranya yang mulai mengeras. Aku mempermainkan puncak-puncak putungnya dengan jemariku, tangankan yang satunya dari bulu-bulu lebat di sekitar liang kewanitaan Mulyani. Dengan sedikitkan tubuh, aku meraba permukaan kewanitaan Eksternal. Jari tengahku mempermainkan klitorisnya yang mengeraskan terkena siraman air. Batang kejantananku yang kini sudah siap tempur, berada dalam genggaman tangan Mulyani.

Sementara aku merasakan, celah kewanitaan Mulyani juga mulai mengeluarkan cairan cinta yang melewati jemari kita yang kini sedang tersembunyi lorong di dalamnya. Aku tubuh Mulyani kembali, sehingga kini berhadap-hadapan denganku. Aku memeluk tubuh Mulyani sehingga batang kejantananku menyentuh pusarnya. Tanganku membelai punggungnya, lalu turun meraba bukit-bukit pantatnya yang indah. Mulyani membalasku dengan memanfaatkan di pundakku. Kedua tangan meraih pantat Mulyani. Aku meremas dengan sedikit kasar, lalu mengangkat sedikit ke atas, agar batang kejantananku berada tepat di depan gerbang kewanitaannya. Kaki Mulyani kini tak lagi menyentuh permukaan lantai kamar mandi.

Kaki Mulyani dengan sendirinya mengangkang ketika saya mengangkat pantatnya. Meski agak sulit namun saya tetap berusaha agar batang kejantananku bisa merasakan jepitan kewanitaan Mulyani. Aku merasakan kepala kejantananku sudah menyentuh bibir kewanitaan Mulyani. Aku menekan perlahan, seiring dengan menarik buah di pantatnya ke arah tubuhku. Mulyani menggeliat. Saya merasa kesulitan untuk memasukkan batang kejantananku ke dalam liang kewanitaan Mulyani, karena kejantananku yang terus-terusan basah terkena air shower. Akhirnya, aku mengangkat tubuh Mulyani ke luar dari kamar mandi.juga aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini, hanya apalagi terbukti sebelumnya, Mulyani diam saja ketika aku berusaha menyusupkan batang kejantananku ke liang senggamanya. Pada saat aku membawanya menuju tempat tidur,

Aku membaringkan tubuhnya di atas kasur. Lalu, denhan hati-hati saya menyusul menimpa ke atas. Kami tidak mempedulikan butiran-butiran udara yang masih menempel di sekujur tubuh kami, sehingga permukaan kasur. Aku menciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat puting payudaranya. Telapak kami terus membelai dan meremasi setiap lekukan dan tonjolan tubuh Mulyani. Aku kembali melebarkan kedua pahanya, sambil mengarahkan batang kejantananku ke bibir kewanitaan Mulyani. Mulyani mengerang pelan. matanya perlahan terpejam. Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Aku mengungkapkan mata Mulyani penuh hasrat nafsu memohon untuk segera mendekatinya.

“Aku ingin bercinta denganmu, Wulan”, bisikku pelan, sementara kepala kejantananku masih menempel di belahan liang kewanitaan Mulyani. Kata-kataku yang terakhir ini ternyata membuat wajah Mulyani memerah. Mungkin, ketika bersama Santo, dia jarang mendengar permintaan yang terlalu to the point begitu. Aku bisa memastikan, Mulyani agak malu. Aku sewaktu-waktu untuk menunggu jawaban dariku kepadanya, karena bagaimana pun aku tidak mau melakukan persetubuhan tanpa persetujuan darinya. Aku bukan tipe laki-laki yang demikian. Bagiku berpaducinta adalah kesepakatan, berdasarkan kesadaran tanpa adanya unsur pemaksaan. Mulyani melihat lalu mengangguk sebelum membuka matanya. Bukan main rasa senangnya hatiku.

Akhirnya.. “..yes!”. Aku akan memperlakukannya dengan hati-hati sekali, begitu yang ada dalam fikiranku. Kini aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun batang kejantananku yang perlahan mulai menyusup melesak ke dalam liang kewanitaan Mulyani. Mula-mula terasa seret memang, namun aku malah semakin menyukainya. Perlahan namun pasti, kepala kejantananku memuji liang kewanitaannya yang ternyata begitu menjepit batang kejantananku. Dinding dalam kewanitaan Mulyani ternyata begitu licin, sehingga agak memudahkan kejantananku untuk menyusup lebih ke dalam lagi. Mulyani memeluk erat sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku, hingga agak terputus. Namun aku tak peduli. “Mas, gede banget, occhh..”, Mulyani berteriak pelan.Tangannya turun menangkap batang kejantananku. “Pelan maas..”, ujarnya kali, padahal aku merasa sudah melakukannya dengan pelan dan hati-hati. Mungkin karena lubang kewanitaannya tidak pernah dimasukkan lagi ke dalam batang video seperti milikku ini. Soalnya aku tahu pasti ukuran kejantanan Santo, pacar Mulyani harga yang aku miliki.

agak merasa nyaman. Akhirnya batang kejantananku terbenam juga di dalam kewanitaan Mulyani. Aku berhenti menikmati untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding kewanitaan Mulyani. Denyutan itu begitu kuat, sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu sempurna. Aku melumat bibir Mulyani sambil perlahan-lahan menarik batang kejantananku,.. untuk selanjutnya aku benamkan lagi, masuk.., keluar.., masuk.., keluar.. Aku meminta Mulyani untuk membuka kelopak mata. Mulyani menurut. Saya sangat senang melihat matanya yang semakin mengatakan Anda menikmati batang kejantananku yang keluar masuk di dalam kewanitaannya.

“Aku suka kewanitaanmu, Wulan, kewanitaanmu masih tetap rapet, ‘yang”, ujarku sambil merintih keenakan. Sungguh, liang kewanitaan Mulyani masih terasa enak sekali. “Icchh.. Mas ngomongnya sekarang vulgar banget”, balasnya sambil tersipu malu, lalu ia mencubit pinggangku. “Tapi enak ‘kan, ‘yang?”, bertanya, yang dijawab Mulyani dengan sebuah anggukan kecil. Aku meminta Mulyani untuk menggoyangkan pinggulnya. Mulyani langsung gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya. “Suka batang kejantananku, Wulan?”, tanya lagi. Mulyani hanya tersenyum.

Batang kejantananku terasa seperti diremas-reMas. Masih ditambah lagi dengan jepitan liang senggamanya yang sepertinya punya kekuatan magis untuk menyedot meluluh lantakkan otot-otot kejantananku. “Makin pintar saja dia menggoyang”, batinku dalam hati. “Occhh..”, teriakku panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan bebas untuk mengeluar-masukkan batang kejantananku ke dalam liang senggama Mulyani. Aku memperhatikan dengan hati-hati kejantananku yang keluar dengan lincah di sana. Dengan posisi seperti ini aku merasa begitu jantan. Mulyani memperbesar kedua pahanya, sambil membantu erat di pinggangku.

Gerakan naik turunku semakin cepat goyangan pinggul Mulyani yang semakin tidak terkendali. “Wulani.. enak banget, ‘yang, kamu makin pintar, ‘yang..”, ucapku merasa tertarikakan. “Kamu juga, Mas.., Wulan juga enakk..”, agak malu-malu. Mulyani merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatannya. Berulang kalih mengeluarkan kata-kata, “aduh..occh..”, yang diucapkan terputus-putus. Aku liang senggama Mulyani semakin berdenyut sebagai pertanda Mulyani akan mencapai puncak pendakiannya. Aku juga merasakan hal yang sama dengannya. Namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan pelan-pelan, untuk menurunkan daya rangsangan yang aku alami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini dengan tergesa-gesa.

Aku mempercepat goyanganku ketika aku menyadari Mulyani hampir mencapai orgasmenya. Aku meremas payudaranya kuat-kuat, seraya mulutku menempel dan menggigiti puting susu Mulyani. Aku masuk dalam-dalam. “Occhh.. Mas..”, jerit Mulyani panjang. Aku membenamkan batang kejantananku kuat-kuat ke liang senggamanya hingga mencapai dasar rongga yang terdalam. Mulyani mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya indah dan indah untuk beberapa saat tubuhnya mengejang. Kepalaku ditarik kuat-kuat hingga terbenam di antara dua bukit payudaranya. Pada saat menghentak-hentak, ternyata saya merasa tidak tahan lagi untuk bertahan lebih lama. “Saanntii.. aakuu.. mau keluaarr.. saayang.. occhh.. hh..”, jeritku.Aku ingin menarik keluar batang kejantananku dari dalam liang senggamanya. Namun Mulyani masih ingin merasakan orgasmenya, sehingga tubuhku serasa terkunci oleh kakinya yang tegak di pinggangku. Saat itu juga saya merasa hampir saja memuntahkan cairan hangat dari ujung kejantananku yang hampir meledak. Aku merasakan seolah-olah layang-layang putus yang melayang terbang, tidak berbobot. Aku tidak perlu menarik keluar batang kejantananku lagi, karena secara spontan Mulyani juga menarik pantatku kuat untuk tubuhnya, berulang kali.

Mulutku yang berada di belahan dada Mulyani memasang kuat kulit putihnya, sehingga meninggalkan bekas disana. Telapak tangan mencengkram buah dada Mulyani. Saya meraup semuanya, sampai-sampai Mulyani merasa agak senang. Aku tak peduli lagi. Hingga akhirnya.. plash.. plash.. plash.. (8X), spermaku akhirnya muncrat menyiram lubang sorganya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan pinggul Mulyani pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Mulyani. Batang kejantananku masih berada dalam kenikmatan Mulyani.

Mulyani mengusap-usap permukaan punggungku. “Kamu menyesal, Wulan?”, ujarku sambil mencium pipinya. Mulyani sambil pelanpelan membocorkan rambutku. Aku tersenyum kepadanya. Mulyani membalas. Aku meyandarkan penjagaan di belakang. Jam telah menunjukkan pukul 21:00 dan aku harus cepat pulang ke rumah, karena tadi aku tidak sempat membuat alasan untuk pulang terlambat. Begitu pula dengan Mulyani, yang saat itu telah memiliki kebiasan baru selayaknya calon pasangan suami istri, yaitu makan malam bersama Santo di rumah kost mereka. Sebelum berpisah, kami berciuman untuk beberapa saat.Itu adalah ciuman kami yang terakhir.., percintaan kami yang terakhir.., sebelum akhirnya Santo menikahi Mulyani, 2 bulan kemudian.

Bagikan ke yang lainnya
Telegram
Tutup
Tutup